belum membaca silahkan dibaca dulu. Seperti di
tuturkan pada kisah yang lalu setelah Anas gagal
dalam membina hubungan dengan pujaan hatinya
yang sudah sampai tahap pertunangan, kehidupan
cinta Anas kurang begitu cerah. Puluhan wanita dia coba dekati, kadang dia paksa hatinya menerimanya sebagai pengganti kekasihnya yang telah memutuskan hubungan dengan dirinya. Tapi
usahanya belum membuahkan hasil.
Saat pertama kenal dan menjalin hubungan Anas
sangat optimis bahwa inilah jodohku, perasaan dan keyakinan ini tidak dapat bertahan lama, paling lama satu dua bulan perlahan menipis, tergerus oleh rasa bimbang “benarkah dia
jodohku?” “benarkah aku mencintainya?”
“apakah dia benar-benar menerimaku?” Dan seabrek pertanyaan-pertanyaan lainnya yang semakin menyudutkan. Sehingga kemantapan hatinya pun luruh, musnah tanpa bekas. Ujungnya Anas diam tanpa keputusan, akhirnya hubungan pun putus begitu saja. Situasi seperti ini sudah
berlangsung hampir empat tahun.
Suatu sore sebelum mandi Anas menyenpatkan diri
bercermin, dilihatnya wajahnya sudah kian
matang, “rasa-rasanya baru kemarin mandi,berenang disungai sambil menaiki gedebog pisang bersama teman-teman,tapi faktnya
kejadian itu sudah berlalu 20 tahun yang lalu, usiaku kini sudah menginjak kepala 3″ begitu gumam anas sambil cengar-cengir.
Sehabis mandi anas menunaikan sholat ashar,
baru saja selesai sholat emaknya memanggil,
“piye lee keputusanmu,mau kan kamu sama fatimah? dia itu anaknya tidak neko-neko, tidak suka pakai celana panjang,dia lebih suka memakai kain atau rok panjang, sopan,tidak matre,
pokoknya emak cocok lee” ujar emaknya si anas penuh semngat.
Rupa-rupanya sudah 7 hari ini anas ditawari menikah dengan salah satu gadis oleh emaknya, anas belum kasih keputusan, dalam prinsip dunai cintanya dia berpendapat;
Menikah harus dengan orang yang
dicintai dan mencitanyai
Sekarangs ituasinya berbeda tenggat waktu yang diberikan kedua aorang tuanya untuk mencari
pengganti tunangannya udah lama memasuki masa tenggang, dan emaknya memiliki opsi lain, yaitu
“dijodohkan“, anas benar-benar terpojok, tidak bisa berkelit lagi. Dalam situasi yang tidak menguntungkan ini, tiba-tiba memori otaknya
teringat guru ngajinya, “nganu mak,nanti malam
saya akan ke rumah kang ustadz dulu,sepulang
dari sana insya Alloh, semoga saya sudah
mempunyai jawaban” jurus pamungkas anas akhirnya keluar juga.
Jurus andalan itu ternyata bisa menyelamatkan anas dari “serangan” betanyaan-pertanyaan emaknya, untuk sesaat anas bisa bernafas lega. Malam itu pun anas pergi mengunjungi guru ngajinya, rumahnya tidak begitu jauh, 15 menit jalan kaki sudah samapi.
Singkat cerita anas menceritakan kepada guru
ngajinya dilema yang sedang mendera dirinya,
“begitulah kang ustadz…. masa saya harus menikah dengan gadis yang tidak saya cintai? bagaimana bisa saya tidur satu kamar,satu
ranjang dan hidup dengan orang yang tidak saya
cintai?”
Guru ngajinya wajahnya sumringah, sambil melinting klobot tembakau dia menimpali pertanyaan muridnya “Kehidupan kadang tidak banyak memberikan pilihan, kadang kita dipaksa harus mengambil keputusan dengan cepat”
“terus nasib saya bagaimana, apakah bersedia
atau menolak tawaran emak?” tanya anas
dengan wajah melas
“keputusan ada dalam dirimu, sebab engkau sendiri yang akan menjalani kehidupan berumah tangga, tunaikan sholat istikharah mohon petunjuk kepada Alloh”.
“iya,kang ustadz” ucap anas mulai dengan wajah serius
“dan satu lagi pesan saya, ada satu mutiara
kata;
ﺢﻜﻨﺗ ﻻ ﺖﻧﺍ
,ﻪﺑ ﺐﺤﺗ ﺀﺍﺮﻣﺍ
ﺀﺍﺮﻣﺍ ﺐﺤﺗ ﻞﺑ
ﻪﺑ ﺢﻜﻨﺗ
”Engkau nanti belum tentu akan
menikahi seseorang yang kau cintai, namun engkau pasti nanti harus mencintai seseorang yang kau nikahi”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan di tunggu komentarnya demi memperbaiki blog ini!!!